DI Tengah berlangsungnya Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang, Banten, Kementerian Perdagangan memberikan penghargaan Primaduta 2024.
Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kepada promotor produk Indonesia, diaspora pendukung ekspor, importir produk usaha kecil dan menengah (UKM), importir produk halal dan modest fesyen, serta perwakilan pendukung ekspor Indonesia.
Salah satu penerima penghargaan untuk kategori importir produk UKM adalah sepasang suami istri yang khusus datang dari Belanda, yakni Lucas Sinnema, 72, dan Hilliana Pancaningsih,50, yang menakhodai Amennis Trading.
Penghargaan diberikan, karena Amennis Trading secara konsisten selama lima tahun berturut-turut (2018-2023) membeli produk-produk homeliving karya pengrajin UKM Indonesia dalam jumlah besar.
Baca juga: Nilai Transaksi TEI ke-39 Tahun 2024 Lampaui Target, Total Capai USD22,73 Miliar
“Tahun lalu nilai impor kita hanya dari produk kayu Indonesia mencapai USD175.317,24. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan 2022 sebesar USD161.566,34,” ujar Hilliana kepada Sokoguru beberapa waktu lalu.
Ia pun mengisahkan awalnya berkenalan dan bermain dengan produk kayu asal Indonesia, khususnya Jepara, Jawa Tengah.
Sebelum menikahi Hilli, demikian Hilliana akrab disapa, Lucas lebih banyak menjual produk Cina, seperti Christmas tree (pohon natal), boneka kecil-kecil dan hiasan-hiasan Natal.
Baca juga: Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 Dorong Ekspor Nasional dengan Empat Program Unggulan
“Setelah menikah, saya tanya kenapa sih produk Cina melulu. Lalu suami balik bertanya ya mana produk Indonesianya?” jelasnya.
Lalu pada 2017, Hilli dan Lucas pun mulai keliling Indonesia sampai ke 17 pulau, dari Belitung, Babel hingga ke Sumba, NTT untuk mencari barang yang cocok dijual di Eropa, khususnya Belanda.
Namun, sang suami tidak menemukan produk yang cocok. Akhirnya Hilli menanyakan sebetulnya produk apa yang ingin dicari suaminya. Ternyata kayu. Namun, sang suami melihat produk kayu yang ditemuinya kurang bagus. Standarnya tidak untuk dijual ke luar negeri, terutama Eropa.
Baca juga: Buka TEI ke-39, Presiden Ingatkan Tantangan yang Pengaruhi Perdagangan Internasional
“Ada beberapa yang Lucas tertarik yakni hiasan kerang, tetapi finishing-nya kurang bagus. Sampai akhirnya saya ingat punya teman di Jepara. Tapi , Bayanganku Jepara itu ukir-ukir saja. Itu buka pasar Eropa. Orang sana tidak suka dengan ukir-ukir berat. Lalu saya tanya teman di Jepara ada apa sih? teman saya jawab ada semua tergantung yang saya mau,” tutur Hilli.
Begitu sampai di Jepara, Lucas dan Hilli pun menemukan produk yang mereka ingini dan ternyata Pengrajin Jepara sudah sering ekspor ke luar negeri tergantung permintaan.
Dok. Ammenis Trading
Berburu kayu
Pada 2018 dimulailah perburuan produk kayu di Jepara. Amennis Trading membeli produk-produk home living, mulai dari furniture, kitchen, wine rack (tempat anggur), dan patung-patung, bangku, meja, bar set dan produk dekorasi rumah lainnya, tetapi khusus terbuat dari kayu jati dan trembesi (suar).
Ternyata pasar menyambut baik. Penjualan Amennis di dua tokonya yaitu di Aalsmeer (dekat Amsterdam) dan Venlo (Limburg- South Netherland dekat dengan perbatasan Jerman) terus meningkat.
Baca juga: Menlu Retno: Indonesia House Amsterdam Jadi Pusat Promosi RI Terbesar di Eropa
“Di Alsmeer kita ada 2 toko seluas 75 meter persegi, yang satu khusus produk Cristmas, satu khusus barang-barang dari Indonesia. Toko di Venlo juga seluas 75 meter persegi. Kita display barang dan langsung bisa beli barang di situ,” jelasnya.
Order pada awal (2018), katanya, masih memakai kontainer 20 feet atau sekitar 45 kubik. Tetapi permintaan pasar selalu naik. Lalu pada order tahun berikutnya memakai kontainer yang 40 feed atau 72 kubik atau maksimal 25 ton per kontainer.
“Tahun ini kita sudah 5 kontainer. Jadi kenaikannya tuh per tahun cukup signifikan. Total value pembelian kita USD25.961,03 ribu. Tahun 2023 kenaikannya tujuh kali lipat. Bahkan saat pandemi kenaikannya bukan main. Hanya kita satu-satunya yang beli di supplier di Jepara mereka sampai heran,” kata Hilli yang saat wawancara didampingi suaminya Lucas.
Dalam satu kontainer, ujarnya, bisa 4000 item. Kalau item yang berat-berat seperti meja, kursi di atasnya dikasih barang-barang lagi supaya terisi padat dan tidak rugi.
Sampai Februari 2024, menurut Lucas, perusahaannya sudah mengimpor 26 kontainer dari Indonesia ke Belanda. Barang-barang yang dijual ternyata laku keras dan diminati konsumen Eropa. Tahun berikutnya (2019) Hilli dan Lucas kembali belanja senilai USD47.856,77, naik hampir dua kali lipat. Lalu pada 2020 naik lagi menjadi USD60.509,35.
“Bahkan ketika pandemi covid-19 pun penjualan kita bagus, meski shipping cost (biaya pengiriman) naik 5 sampai 8 kali lipat dari sebelum pandemi,” ujar ibu satu putri ini lagi.
Pada saat puncak covid dan di Belanda lockdown, lanjutnya, nilai impor Amennis mencapai USD124.335,40 (tahun 2021) dan pada 2022 naik lagi menjadi USD161.566,39.
“Boleh dibilang hanya toko kami dan supermarket yang buka pada saat lockdown,” imbuh perempuan kelahiran 1 Desember 1974 ini.
Business to business (B2B)
Lebih lanjut, Hilli menjelaskan, model usahanya adalah business to business (B2B). Jadi setiap pelanggan kadang membeli 10 sampai 40 buah untuk 1 item, terutama toko yang ada di Venlo. Toko di perbatasan Jerman, ujarnya, pembelinya dari Jerman, Belgia, Prancis, dan Italia.
“Apakah mereka jual lagi atau pakai sendiri kita tidak tahu. Cuma yang paling laku itu rak botol wine. Itu the best produk kita dan Item paling favorit di Eropa saat ini. Kita jual ada yang untuk isi 2 botol,3 4, sampai kita punya yang isi 24 botol. Untuk rak wine kita beli sampai puluhan ribu pieces. Sementara item lainnya adalah seperti bangku-bangku, bar set, patung, dan lain-lain,” jelasnya.
Lucas menambahkan, saat ini produk kayau dari Vietnam dan Bangladesh sudah mulai masuk pasar Eropa. Tetapi, produk kayu Indonesia tetap bisa mengungguli.
“Tapi masih beda sama yang dari Indonesia. Vietnam sudah mulai masuk, terutama produk bambunya. Produk bambu kita dari NTT bagus, tapi pesaing kita dari Cina dan Vietnam,” ujarnya.
Hilli pun menimpali, untuk produk kayu Indonesia masih unggul, karena punya suar, jati. “Pasar Eropa saat ini lagi gila dengan kayu suar. Jadi mereka lagi suka banget dengan meja-meja kayu yang besar, bar set dari soar juga. Keunikan kayu itu karena warnanya. Sekarang lagi trend banget bangku yang lebarnya 3,5 meter. Kita punya yang 2,5 meter.”
Bertemu pihak kedutaan
Seiring berjalannya waktu produk kayu asal Indonesia yang dijual Amennis pun menyebar, semakin populer dan diminati orang Eropa, hingga suatu saat Hilli dan Lucas berkenalan dengan orang dari Kedutaan Besar (KBRI) di Belanda yang kebetulan datang ke toko Amennis membeli wayang.
“Staf KBRI itu tanya toko kita jual apa saja, lalu saya kasih website Amennis. Setahun setelah perjumpaan itu, tepatnya September lalu, tiba-tiba ia telepon dan menanyakan apakah masih punya barang-barang Indonesia , saya bilang masih,” imbuh Hilli.
Orang dari KBRI itu memberi tahu baru saja meluncurkan Indonesia House Amsterdam, gedung milik pemerintah Indonesia sejak 1967 sebagai tempat pertunjukan kebudayaan. Namun, pada 1976 ditutup selama lima dekade karena peristiwa RMS.
Setelah direnovasi gedung itu diresmikan oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno L. P. Marsudi, bersama Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas, Selasa, 17 September 2024.
“Ternyata, kita diminta mengisi gedung itu dengan barang-barang kita sekalian bisa berpromosi, ada tertera harganya juga. Itu gedung empat lantai isinya display barang-barang kita. Dari situlah kita diajak business matching sampai kita bertemu dengan atase perdagangan Annisa Hapsari di Den Haag. Lalu ketemu lagi dengan atase perdagangan sebelumnya dan menawarkan memasukkan data-data penjualan kita ke Kementerian Perdagangan,” tutur Hilli.
Atas saran atase perdagangan tersebut, Hilli dan Lucas pun memasukkan data penjualan produk-produk UKM asal Jepara ke Belanda selama enam tahun.
“Mereka melihat data penjualan kita dan bilang bagus. Dari situlah kita mengajukan dan memasukkan data-data. Akhirnya data masuk ke Kemendag lewat Atase Perdagangan KBRI di Den Haag,” jelasnya.
Saat ditanya arti dan pengaruh penghargaan tersebut bagi usahanya, baik Hilli maupun Lucas mengatakan, lebih ke pride, apresiasi dan pengakuan bahwa Amennis turut membantu memasarkan sekaligus memperkenalkan hasil produksi pengrajin Indonesia, khususnya Jepara ke negara-negara Eropa.
“Akhirnya mereka membuat forum-forum di mana kita bisa bertemu dengan pelaku UKM. Contoh, Sehari setelah mendapat penghargaan kita diminta menjadi salah satu narasumber acara ‘BNI Exporters Forum 2024: Unlocking Opportunities in Canada & Netherlands’. Kita diminta memberi masukan ke para UMKM terkait tips, peluang ekspor bagi UKM,” tambah Hilli lagi.
Kini, Hilli dan Lucas sering diundang oleh KBRI untuk business lunch, bertemu para pelaku UKM yang berkunjung ke Belanda, seperti baru-baru ini sejumlah eksportir dari Indonesia mengunjungi gudang Amennis dan bertanya mengenai bagaimana prospek pasar di Eropa.
Hilli mengatakan saat ini Amennis Trading mengambil produk dari 10 suplier di Jepara, Yogyakarta, Ngawi, Blora dan Cirebon (rotan). Dari Yogya yang terkenal dari pandan, akar-akar wangi, dan pelepah pisang yang diplintir, barang terbuat dari eceng gondok.
“Cuma yang dari eceng gondok itu agak susah masuk Eropa, karena dulu banyak serangganya. Tapi tidak tahu kalau sekarang. Jadi orang Eropa takut, cuma kalau penanganannya baik, masih OK sih, bisa approve,” ujarnya..
Belanja rotan di Cirebon dan wayang diukir batik dari Yogyakarta, Hilli mengaku, tidak terlalu banyak.
Ketika ditanya terkait kualitas produk kerajinan Indonesia, Hilli yang masih memegang paspor Indonesia itu melihat, potensi UKM atau pengrajin kita, sangat besar di pasar dunia.
“Yang harus lebih diperhatikan adalah bagaimana kualitas hasil karya mereka ditingkatkan sesuai standar pasar International, informasi peluang terus disebarkan, how to export termasuk pengetahuan tentang syarat dan regulasi harus terus disebarkan,” ujarnya. (Ros/SG-2)